Mahasiswa Polibatam Produksi Film Animasi Ficusia, Dulu Diremehkan, Kini Karyanya Tembus Mancanegara

NEWS-Polibatam Negeri Batam (Polibatam) semakin menasional dan mendunia. Rabu (25/5/2022), Polibatam me-launching film animasi Batik Girl Series, Episode 1 berjudul Ficusia di auditorium Polibatam, Rabu (25/5/2022). Tak hanya Menkumham, Yasonna Laoly yang menyampaikan apresiasi di episode 1. Menparekraf, Dr H Sandiaga Salahuddin Uno BBA MBA ikut bangga lewat speech yang disampaikan pada epidose 2. Film ini juga ditonton masyarakat Malaysia, Australia, dan Amerika. Pelan tapi pasti, peng-order mulai pasang mata dan telinga. Lantas bagaimana film ini diproduksi?

Atas arahan Direktur Polibatam, Uuf Brajawidagda ST MT PhD, penulis membuat janji wawancara. Sesuai kesepakatan, penulis tiba di lantai 3, ruang Galang, Gedung Technopreneur Center Polibatam, Jumat (7/10/2022) pukul 15.00. Waktu molor satu jam, karena menunggu hujan deras reda.

Di ruangan ukuran sekitar 20 x 15 meter tersebut ada 18 mahasiswa, Ketua Program Studi (Prodi) Animasi Polibatam, Selly Artaty Zega SST MSc dan Laboran Jurusan Teknik Informatika Polibatam, Ahmad Saropi STr.

”Selamat datang Pak. Inilah beberapa dari mahasiswa kami  yang memproduksi film animasi Batik Girl Series, Episode 1, 2 dan 3 dengan judul Ficusia,” papar Selly ramah didampingi Ahmad Saropi, Jumat (7/10/2022).

Ketika itu, masing-masing animator (mahasiswa dan mahasiswi animasi, red) tampak serius memainkan mouse dan keyboard dari software khusus yang memproduksi gambar dasar (rangka film, red). Tujuannya  untuk membentuk gambar dasar dua dimensi (2D) yang sudah dikonsep.

Dalam ruangan sejuk hembusan beberapa Air Conditioner (AC), dinding lantai terang serta tata cahaya lampu, jaringan internet lancar, belasan komputer terbaru dengan spek lebih tinggi dari milik masyarakat umum, membuat siapapun di ruangan tersebut menjadi betah berlama-lama.

Fasilitas dan suasana ini sangat mendukung melahirkan banyak ide dan inovasi di luar ekspektasi dosen dan dunia pendidikan.

Sebelum jauh membaca. Kita perlu tahu, apa itu Ficusia dan bagaimana kisahnya? Ficusia adalah animation series, seperti film-film kartun 3 Dimensi (3D) skala internasional yang sering kita saksikan di televisi atau film layar lebar. Ficusia ini mengampanyekan anti Narkotika Psikotropika dan Obat Terlarang (Narkoba) bagi kalangan generasi muda di Indonesia, Australia, dan nantinya akan ditonton masyarakat internasional lainnya.

Dalam film ini, diceritakan tentang dialog seorang ayah dan gadis kecilnya Uci. Hari itu adalah hari ulang tahun (HUT) sang ibu, namun dia tidak ada di rumah. Uci bertanya kemana ibunya? Betulkan ibunya dihukum karena melalukan satu kesalahan?

Rupanya sang  itu masuk penjara karena terlibat kasus narkoba. Bagaimana cara agar Uci bahwa ibunya tidak begitu bersalah dalam kasus narkoba ini? Dan bagaimana agar Uci tahu bahwa tahu bahwa kejahatan  (narkoba) tidak baik bagi diri sendiri dan  orang sekitar?

Melalui cara bijak, agar tidak mengganggu perasaan dan mental anak, maka sang ayah menganalogikan kisah istrinya dengan karakter Ficusia yang merupakan pohon beringin ajaib, Dara (burung merpati), Deka (makhluk nokturnal, hewan yang aktif malam hari), Cuta (tumbuhan benalu, merusak), Mantaray (ikan pari terbang di hutan), Kangaroo (kangguru) dan Jellyfish (mirip ubur-ubur memiliki daun-daun).

Ficusia yang besar, rimbun, teduh memberi banyak manfaat bagi makhluk di sekitarnya. Jadilah seperti Ficusia, bukan malah menjadi Deka, burung biru yang menjadi contoh tidak baik bagi makhuk sekitar.

Kembali ke proses prafilm, pembuatan film, dan pascafilm. Selly, Alumnus S2 di Nanyang Tchnological University Singapore ini menyebutkan, agar hasil lebih maksimal, sesuai dengan target yang disampaikan Yayasan Cinderella Indonesia sebagai klien; negara dan bangsa Indonesia; serta Australia yang turut bekerjasama dalam project ini, maka Polibatam mengadakan open selection (seleksi  terbuka). Semua mahasiwa Polibatam  silakan mendaftar untuk proses pembuatan film animasi perdana di negeri Melayu ini.

Film ini sendiri merupakan kegiatan pembelajaran dan dikemas dalam Project Based Learning (PBL).

Banyak peserta mendaftar dengan beragam motivasi. Mulai dari sekadar coba-coba, mengisi waktu, ikut ramai dan lain sebagainya. Masuk tahap kedua, Polibatam kembali menyeleksi, menyeleksi dan menyeleksi. Yang terpilih tidak semata-mata pintar. Peserta harus punya nawaitu kuat, skill, suka tantangan, dan siap masuk dalam team work guna memproduksi film 3D ini. Dari sekian ratus pelamar, terpilihlah 70 peserta dari lintas jurusan.

Tahap awal, selesai sudah personel yang akan menghasilkan film yang diharapkan bisa mengguncang Kepri dan melahirkan pengusaha film animasi level nasional dan internasional. Pada akhirnya, diharapkan dapat mendukung tumbuhnya atmosfir industri animasi di Batam. Mumpung di Nongsa, Batam sudah ada industri animasi besar, PT Kinema Systrans Multimedia di Nongsa.

Harapan Polibatam ini akhirnya mulai membuahkan hasil. Ini akan dijelaskan sebentar lagi. Proses pembuatan film ini pun dimulai pada November 2021 dan selesai Mei 2022.

Ficusia dikerjakan 70 mahasiswa dan mahasiswi lintas jurusan di antaranya: Prodi Animasi; Teknik Multimedia dan Jaringan; Rekayasa Keamanan Siber; Akuntansi; Administrasi Bisnis; dan Akuntansi Manajerial.

Selain itu, film ini juga disupervisi oleh dosen-dosen, orang-orang kreatif sesuai bidang keahliannya yaitu: Art Director, Happy Yugo Prasetiya SSn MSn; Audio Director, Gendhy Dwi Harlyan SSn MSn; Layout & 3D Animation Supervisor, Aldino Saputra SST; IT Support Supervisor, Andri Albertha Pratama STr Kom MSn dan Nelmiawati BCS MComp Sc; serta English Subtitle Supervisor, Satrya Bayu AJi SS MHum.

Wakil Direktur I Bidang Akademik, Ahmad Riyad Firdaus SSi MT PhD (Rifi) menyebutkan, film 3D ini merupakan proyek percontohan pertama di Polibatam merupakan hasil kerja sama Polibatam; Yayasan Cinderella Indonesia;  serta Pemerintah Australia melalui program Alumni Grant Scheme (AGS) yang diadministrasikan Australia Awards in Indonesia.

Ditambahkan Rifi, film ini ada tiga episode. Film produksi pertama mahasiswa Polibatam ini akan menjadi sejarah, batu loncatan untuk terus memproduksi film-film lain, karya besar lainnya di  masa mendatang. Film pesanan Australia ini dapat ditonton di link http://bit.ly/PremiereFicusia

Film ini terdiri dari tiga episode inti. Satu episode berdurasi 9-10 menit. Ditambah episode tambahan berupa susunan credit title film (akhir film yang berisi daftar nama pemain, tahun pembuatan dan lainnya, red) sekitar 2 menit. Total empat episode film  ini memiliki durasi 30 menit.

Kembali kepada proses praproduksi, setelah terpilih, para mahasiswa tadi mulai bekerja sesuai Tugas Pokok dan Fungsi (tupoksi) masing-masing. Dari total 70 mahasiswa tadi, dibagi menjadi beberapa department. Satu departemen terdiri dari 4 sampai 16 mahasiswa.

Secara umum, produksi film ini dibagi dalam tiga tahap. Pertama, pre production (praproduksi, red) berupa pembuatan script (naskah).

Script, screenwriting atau scriptwriting sangat pokok. Film yang memiliki dialog maupun yang tidak, tetap membutuhkan screenwriting. Sebab script ini akan menjadi dasar dari kartun tersebut layaknya ketika membuat film.

Script tentunya dibuat screenwriter yang sudah profesional. Sehingga tujuan dari animasi tersebut bisa disampaikan dengan jelas. Khusus aminasi berdialog, screenwriter juga akan menyusun dialog tiap karakter agar terasa natural dan hidup.

Proses penulisan screenwriting untuk film dan animasi pun kurang lebih sama. Nantinya, screenwriter akan memvisualisasikan bagaimana kondisi di setiap adegan dalam bentuk tulisan.

Scriptwriter animasi Ficusia ini adalah Riki STr, tim pengajar Prodi Animasi Polibatam yang saat ini sedang melanjutkan studi Master of Art di Southern Illinois University, Amerika dan mahasiswa Prodi Animasi Farhan Dwi Carlo.

Contoh script di Fucisia adalah membuat karakter Ayah, Uci, Ficusia, Dara, Deka, Cuta, Mantaray, Kangaroo dan Jellyfish.

Lalu storyboard ini yaitu sketsa dari kartun tersebut sebelum dibuat. Sesuai dengan namanya, storyboard ini terdiri dari kotak-kotak berisi setiap frame yang nantinya dibuat oleh key animator.

Pembuatan storyboard ini nantinya akan memudahkan animator untuk menentukan bagaimana shot atau arah sudut pandang penonton di setiap frame. Menenukan arah sudut pandang ini bisa membantu menyampaikan pesan dari animasi yang dibuat.

Kemudian masuk voice artist atau dubbing (mengisi suara para karakter film).  Lalu, foley audio atau pembuatan efek suara yang memerlukan berbagai benda.

Tahap kedua adalah production terdiri dari: asset (meletakkan posisi setiap karakter atau objek. Lalu aminasi yaitu memberikan jiwa pada setiap karakter agar dapat berbicara dan bergerak. Untuk mehasilkan asset dan animasi ini, para mahasiswa menggunakan software khusus animasi. Baik  free software, atau software berbayar seperti maya, royal render dan lainnya.

Tahap ketiga berupa post production terdiri dari: Pertama, compositing and editing artinya mengatur posisi dan memperbaiki kekurangan yang ada dalam film. Kedua, masuk dalam tahap screening. Ketiga rendering adalah mengedit.

Dari sekian banyak tahapan pembuatan animasi ini, ada beberapa segmen sederhana dan mudah dipahami logika masyarakat awam. Pertama, storyboard. Dalam storyboard ini mahasiswa animasi membuat tulang kerangka dari gambar ayah, Uci, Ficusia, Dara, Deka, Cuta, Mantaray, Kangaroo dan Jellyfish.

Tahapan selanjutnya, tentu tidak mungkin menampilkan Uci dalam gambar diam saja seperti patung. Sebagai manusia (animasi, red), tentu saja, Uci pasti bergerak, berkedip, menggerakkan bibir, melambaikan tangan, melangkahkan kaki, menggoyang kepala, duduk, lari dan sebagainya. Wah agak berat ya? Lantas bagaimana itu bisa dibuat?

Seorang animator yang juga mahasiswi berjilbab di ruangan Galang ini, dengan bantuan software, mendemonstrasikan proses membuat tulang (dasar sebuah karakter, orang atau benda). Lalu mengisinya dengan badan (daging), membentuk kaki, tangan, badan, kepala, rambut dan sebagainya.

Apakah sudah cukup? Masih jauh. Itu baru badan. Seperti tadi. Uci pasti melambaikan tangan. Lalu, bagaimana melambaikan tangan manusia di komputer. Gunakan mouse,  lalu tarik, geser anggota badan Uci. Dengan mouse tadi, Uci bisa digambarkan sedang berjalan, menangis, tertawa dan sebagainya. Layak seperti manusia hidup.

Usai sudah membentuk tubuh, karakter Uci dari depan (2D). Tahapan selanjutnya, Uci perlu bisa dilihat dari berbagai dimensi (3D). Dengan demikian Uci akan menjadi manusia utuh yang bernyawa, seperti manusia yang ada di film Sincan (karya animator Jepang), dan Upih Ipin (karya animator Malaysia).

Karya animasi mahasiswa ini mendapat bantuan dana Matching Fund Vokasi (MFV) dari Direktorat Jendral Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Ada tambahan dana dalam bentuk tunai dari Australia untuk keperluan pendukung produksi. Dan kemudian, Australia bersama Yayasan Cinderala mempromosikan/ mengkampanyekan film ini di Amerika.

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Dr Ir Kiki Yuliati MSc menuturkan bahwa program Matching Fund Vokasi mengajak mahasiswa terlibat langsung dengan DUDI melalui model pembelajaran di dalam Teaching Factory/ Teaching Industry.

Dengan demikian mahasiswa akan mendapatkan pengalaman praktik sekaligus pembelajaran berbasis proyek atau Project Based Learning (PBL). Program Matching Fund dapat merekatkan serta menjadi jembatan yang menghubungkan kampus dan DUDI dalam menghasilkan solusi-solusi terbaik untuk Indonesia.

“Kami berupaya meluncurkan program-program yang mampu menstimulus terjadinya kolaborasi antara pendidikan vokasi dan industry,” tutur Kiki dalam satu kesempatan.

Masterpiece civitas academica Polibatam ini tentu sangat sempurna dibandingkan karya sebelum tahun 1986. Masuk 1986, komputer animasi sangat membantu para animator membuat film animasi berjudul The Mouse Detective Besar, Disney. Kualitas produksi yang dikerjakan dan dihasilkan tim kreatif mahasiswa Polibatam jauh beberapa grade (tingkat, tahapan, red) dibandingkan animator The Mouse Detective Besar tadi.

BACA JUGA: Polibatam Serahkan Ficusia Batik Girl Animation Series

Dulu,  ketika belum ada teknologi 3D, animator menggunakan media kertas sebagai alat membuat animasi atau motion pictures. Ketika itu (hingga sekarang), dalam pembuatan film menggunakan satuan yang disebut frame per second. Frame per second adalah satuan kecepatan gambar yang diproyeksikan dalam satu detik untuk menciptakan ilusi pergerakan, standard untuk film yaitu 24 fps.

Seiring dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), khususnya perangkat software dan hardware untuk memproduksi film animasi, kecepatan film, kualitas dan kejernihan film semakin lebih sempurna. Seperti di film Ficusia ini.

Untuk gambaran umum, setelah gambar dibuat, bisa bergerak, dapat dilihat dari berbagai sudut dimensi. Maka film tadi masuk dalam tahap edit, pengisian suara, dan beberapa tahap lainnya.

Dalam  pengisian suara ini ada hal menarik terjadi. Seorang mahasiswa bernama Nusanro Agus mempunyai nilai akademik standar. Begitu  masuk ke tim Audio, kualitas kerjanya meningkat. Ini sesuai dengan konsep Merdeka Belajar sebagai program kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim BA MBA.

Mahasiswa diberikan kebebebasan belajar sesuai dengan keahlian dan kesukaannya dan kemudian melaporkan secara akademis, dalam bentuk tulisan dan lainnya kepada dosen.

Nusanro, bersama dengan tim Audio Composing – Ficusia, bisa memproduksi suara ketika ada air terjun, petir menyambar, kepak sayang burung, suara mencekam, haru, sedih, gembira atau malah menakutkan.

Kalau seseorang tidak ada feel (rasa, kecintaan, kesungguhan, red) disitu, maka upaya mengisi suara  mencekam dalam satu keadaan tidak akan bisa dihasilkan. Nusanto terbukti telah merdeka dalam mengekspresikan pikiran, hatinya, tangannya untuk  menghasilkan suara sesuai dengan keadaan di film tadi.

Pada sesi pembuatan lainnya yang tidak kalah unik, teliti dan menarik adalah menggerakan karakter animasi. Misalnya tangan manusia (amimasi, red) tidak boleh, dan tidak mungkin kaku. Perlu bergerak. Gerak ini tidak boleh sembarang berpindah, berayun. Di situ ada kecepatan standar dan masuk akal. Tidak boleh mendadak-dadak tangan dari bawah, bergerak ke atas seperti kilat.

Keahlian ini dimiliki mahasiswa Jurusan Teknik Informatia, Prodi Animasi, Sayyid Afif. Afif sangat jago melihat gerakan satu karakter. Baik itu gerakan mata, kepala, kaki dan lain sebagainya. Matanya tajam. Fellingnya kuat melihat gerakan wajar dan tidak alami.

Bagaimana keahlian Nusanro dan Sayyid itu bisa dilihat dan diketahui? Seleksi alam jawabanya. Kawan satu tim, dosen pembimbing Ficusia baru tahu setelah proses produksi ini berjalan. Mahasiswa tadi, kalau tidak diberikan kesempatan, tidak akan diketahui apa kelebihannya.

Ada mahasiswa, misalnya bernama Abunawas, nilainya biasa saja di mata kuliah Teknik Informatika. Begitu diberikan kepercayaan memegang script, dia tampak luar biasa. Hasilnya sangat baik, di atas rata rata bahkan nyaris sempurna.

Abunawas mampu menghasilkan karya maksimal, bernilai tinggi secara akademis. Proses ini lah kini yang disebut Merdeka Belajar.

Keahliannya rupanya memang di script. Jadi kita para dosen, tidak boleh menilai, tidak boleh menjudge, ”Oh Abunawas  itu bodoh, tidak berkualitas. Abunawas tidak ada harapan.”

Kekurangan selama ini ini terjadi karena anak didik melakukan sesuatu, belajar, tidak pada mata kuliah kesukaannya, bukan kecintaannya.

Balik ke proses produksi. 70  mahasiswa tadi membuat film ini dari mulai pukul 08.00 WIB sampai 17.00 WIB, namun terkadang hingga tengah malam jika deadline project tidak dapat dielakkan. Tidak semua tim bekerja serentah. Produksi dilakukan secara bertahap. Setelah tim pembuat film selesai bekerja, dilanjutkan  dengan tim pengisi suara.

Tim pembuat film bisa pulang atau melanjutkan membuat tugas atau mengikuti mata kuliah lain. Begitu seterusnya. Jika pekerjaan belum selesai, tim meminta izin kepada Seksi Pembinaan dan Pengamanan Dalam (PAMDAL, satpam, red) untuk bisa bekerja hingga larut malam di lantai tiga tersebut.

Jika keasyikan bekerja, ada beberapa mahasiswa tidur di kampus dan diawasi Ahmad Saropi yang bertindak sebagai General Director (Sutrarada) Ficusia. Malam-malam membuat film. Apa tidak lapar, brother?

”Jangan khawatir Pak. Kita sediakan makanan dan minuman untuk mahasiswa yang bekerja malam,” kata Ahmad Saropi  yang merupakan ”alumnus” devisi layout Batam Pos ini.

Bagi mahasiswa yang ikut dalam proyek film ini, apakah tidak tertinggal mata kuliahnya? Nah ini pertanyaan sering ditanyakan pihak luar kampus. Jawabannya tidak. Kok bisa. Begini. Misalnya, Abunawas, mahasiswa prodi Akuntansi, jurusan Keuangan masuk tim sound.

Pasca produksi film, Abunawas diminta membuat laporan  (makalah, red) tentang berapa dana  yang perlu disediakan, dana terpakai untuk produksi film tersebut. Jadi tetap terkoneksi dengan mata kuliah Keuangan.

Dengan demikian, Abunawas yang bekerja membuat film, dapat ilmu, dapat pengalaman dan dapat nilai dari makalah yang dia laporkan/ serahkan kepada dosen mata kuliahnya. Tepat sasaran dan nyaris sempurna untuk sebuah program Merdeka Belajar.

Dari film ini banyak pembelajaran yang diperoleh. Sesuai namanya, pilot project atau pelaksanaan kegiatan percontohan. Kekurangan dan keberhasilan Ficusia ini akan menjadi acuan, ajang seleksi di proyek selanjutnya.

Ketika proses produksi Ficusia sedang berlangsung, mereka mendapatkan inovasi, ide, bahwa film ini agar bisa mencapai tingkat internasional harus ada penerjemah. Ada teks bahasa Inggris-nya, terjemahannya. Pembuat teks-nya tidak jauh-jauh. Mahasiswa Polibatam.

”Lagi-lagi ada kemerdekaan Merdeka Belajar terjadi. Mahasiswa diberdayakan, mahasiswa dapat nilai. Uang, pengalaman dan Iptek tidak lari kemana mana. Semuanya, berputar dalam pusaran kampus Polibatam. Ini karya kita. Kita nikmati bersama,” papar Uuf.

Tim produksi juga bisa mengetahui kelebihan dan kekurangan yang ada. Misalnya, spek komputer tingginya berapa, RAM berapa, software apa yang harus disedikian. Berapa jumlah komputer yang harus tersedia agra produksi menjadi cepat. Semua itu bisa diketahui setelah produksi ini berjalan. Tidak didapat dari teori tapi dari pengalaman.

Kerja keras, jerih payah mahasiswa mulai November 2021 dan selesai Mei 2022, atau kerja sekitar tujuh bulan itu membuahkan hasil. Selama produsi, ada tawa, ada canda, terselip rasa kecewa, juga ada tangis. Kini Ficusia selesai diproduksi. Semua dibungkus dalam satu rasa. Bahagia.

Kebahagiaan ini berlanjut saat peluncuruan Ficusia.  Para pimpinan Polibatam tak bisa menyembunyikan senyum sekaligus rasa cemasnya. Proyek percontohan film animasi skala nasional ini (diharapkan) harus berhasil, sukses disaksikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Wali Kota Batam, perwakilan SMK se Kepri, perwakilan dari akademisi Johor Malaysia dan lainnya.

Harapan banyak insan Polibatam ini diijabah oleh Allah SWT. Pemutaran film sukses, penonton banyak hadir dan puas.

Di hadapan ratusan hadirin, Menkumham, Prof Yasonna Laoly SH MSc PhD menyetujui hadir walaupun secara virtual. Sang menteri tampak bersemangat memberikan sambutan saat launching Ficusia di auditorium Polibatam, Rabu (25/5/2022) lalu.

Yasonna sangat mengapresiasi atas keberhasilan mahasiswa Polibatam. Dia memotivasi generasi muda menjadi sosok tangguh, bersih, jauh dari narkoba, cerah, berprestasi.

‘’Generasi muda kita hebat-hebat. Film animasi ini contoh hasil kerja nyata mereka,’’ pesan Yasonna.

Selanjutnya, Ketua Badan Pengusahaan (BP) Batam, sekaligus Wali Kota HM Rudi memberikan sambutan. Rudi dalam sambutannya menyebutkan, sangat bangga dan memberikan nilai tinggi atas keberhasilan mahasiswa Polibatam memproduksi animasi ini.

Dari gesture-nya, terlihat Rudi sangat bahagia, bangga dan sangat berharap lebih agar proyek  ini bisa berlanjut dan meningkat kualitasnya.

”Lewat karya ini, Saya berharap, kiranya dapat meningkatkan perekonomian Batam, Kepri dan Australia,” papar Rudi bersemangat.

Presiden Yayasan Cinderella Indonesia, Erni Amir Syamsudin menambahkan, film ini menceritakan tentang bahaya narkoba bagi generasi muda.

Pengurus Yayasan Cinderella Indonesia, Lusia Efriani mengatakan film ini diproduksi saat terjadi Covid-19. Australia membuat kompetisi menawarkan generasi muda Indonesia untuk membuat film. Yayasan Cinderella Indonesia  dan Polibatam berhasil memenangkan kompetisi itu dan mulailah film ini dibuat pada November 2021 lalu.

Pemutaran film pertama Ficusia ini juga dihadiri Wakil Direktur I Bidang Akademik Polibatam, Ahmad Riyad Firdaus SSi MT PhD; Wakil Direktur II Bidang Administrasi Umum dan Keuangan Polibatam, Bambang Hendrawan ST MSM CIPMP CISCP; Wakil Direktur III Bidang Kemahasiswaan, Kerjasama dan Alumni Polibatam, Dr Muhammad Zaenuddin SSi MSc; Kepala Satuan Hilirisasi Inovasi dan Layanan Usaha (SHILAU) Muslim Ansori SE MAk CPA CA; Accountable Manager AMTO Polibatam, Dr Priyono Eko Sanyoto ST DEA IPU; Kepala Satuan Pengawasan Internal Polibatam, Sinarti SE MSc Ak CA; dan civitas academica Polibatam lainnya.

Semua bahagia atas keberhasilan Polibatam. Pada satu ketika, dalam satu acara di kamus ini, meski bahagia, juga ada rasa haru dan kalimat syukur dari lidah seorang dosen.

”Dulu mahasiswa kita sedikit. Tidak banyak seperti sekarang  ini,” kata Ahmad Riyad Firdaus (Rifi) mengawali pembicaraan di hadapan ratusan hadirin. Dia ingin melanjutkan kalimat, tapi lidahnya tertahan, tidak ada suara. Mau bicara malah seperti mau menangis, terbata-bata, matanya sebak menahan air mata. Bahagia kadang membuat lelaki perkasa sekalipun, bisa menjadi lembut dan perasa.

Dia terdiam. Agak lama. Hadirin, mahasiswa, para orang tua mahasiswa ikut mematung, menunggu apa yang akan diucapkannya lagi. Sayang dia tidak juga bisa bicara. Masih diam. Justru diamnya Rifi membuat hadirin heboh, bertepuk tangan. Ikut bangga dan terharu dengan makin besar minat masyarakat menitipkan anaknya menuntut  ilmu di Perguruan Tinggi Negeri (PTN), kebanggaan masyarakat di Bunda Tanah Melayu ini.

Perkembangan Polibatam memang cukup spektakuler dan penuh gebrakan. Berawal dari puluhan mahasiswa, kini PTN ini telah memiliki sekitar 8.400 mahasiswa dengan 21 Prodi. Belum lagi ratusan alumni yang telah tersebar di manca negara, dan berbagai institusi formal dan informal di level nasional dan internasional.

Disebutkan Uuf, cerita Ficusia masih berlanjut. Pada Rabu, 13 Juli 2022, Ficusia Episode 2 diputar di @america, Pacific Place, Jakarta bersama Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat di Jakarta. Episode 2 ini disaksikan Menteri Pariwisata dan ekonomi Kreatif (Menparekraf), Dr H Sandiaga Salahuddin Uno BBA MBA yang turut menyampaikan kebanggaan melalui speechnya yang memotivasi.

Rencananya, karya mahasiswa Polibatam ini, Ficusia Episode 1, 2 dan 3 akan diputar di Melbourne dan Sydney, Australia, Jumat-Sabtu 21-22 Oktober 2022.

Keberhasilan mahasiswa Polibatam memproduksi Ficusia ini tidak lepas dari kerja keras tim Polibatam. Semua ini dimulai dari pemasangan ”pondasi” sistem pendidikan oleh Direktur Polibatam yang lama, Dr Priyono Eko Sanyoto ST DEA IPU mulai dari tahun 2000 sampai Juli 2020. Awal didirikan, Eko dan dosen Polibatam juga pergi ke pulau pulau mengajak anak Tempatan kuliah di kampus ini.

Sekitar tahun 2000 lalu, Politeknik Batam, saat itu belum PTN, adalah Perguruan Tinggi (PT) baru yang kurang peminatnya. Kampusnya masih di Pelabuhan Tongkang Batuampar. Keberadaannya masih dipandang sebelah mata. Diremehkan. Anak bawang di dunia pendidikan tinggi. Masuk di tengah pondasi kompetitor yang sudah mengakar dan membesar.

”Untuk mengisi kursi kuliah yang ada, Saya dan para dosen Polibatam juga perlu datang ke daerah-daerah mengajak anak tempatan kuliah di PT ini. Tak sampai 10 tahun Politeknik Batam semakin dikenal, diminati. Karya mahasiswa berupapa robot semakin menasional dan mendunia,” papar Priyono Eko Sanyoto kepada penulis di satu kesempatan.

Keberhasilan ini dilanjutkan Uuf Brajawidagda, ST MT PhD yang dilantik sebagai Direktur Polibatam periode 2020-2024 oleh Mendikbud, Nadiem Makarim BA MBA secara virtual di ruang seminar lantai 4 Gedung Utama Kampus Polibatam, Selasa (21/7/2020) lalu.

Di masa kepemimpinan Uuf inilah, film  hasil kerja sama antara, Yayasan Cinderella Indonesia, Pemerintah Australia ini diproduksi. Karya animasi ini menjadi hak cipta Polibatam dan Yayasan Cinderella Indonesia.

Masih di era lelaki rendah hati bertubuh gempal ini, Polibatam meraih banyak prestasi. Salah satunya raihan peringkat V dalam event RoboCup Soccer Middle Size League, RoboCup di Bangkok, Thailand, Senin (11/7/2022) sampai Minggu (17/7/2022).

Polibatam makin menasional dengan mencatatkan prestasi melalui Tim National Welding Competition Polibatam dan kemudian memborong 10 juara dalam Perlombaan National Welding Competition 2022 di Politeknik Negeri Medan, Sumatera Utara, mulai Kamis (1/5/9/2022) sampai Senin (19/9/2022).

”Kita berupaya mengevaluasi diri, sistem pendidikan. Kalau bisa meraih berbagai prestasi di level apapun. Salah satunya dengan menghadirkan Ficusia untuk  masyarakat internasional,” tegas Uuf.

Uuf yang merupakan alumnus University of Wollongong, Australia. School of Computing and Information Technology itu menambahkan, pasca launching Ficusia, sudah ada pengusaha skala nasional dan internasional melirik hasil kerja mahasiswa Polibatam.

Terbaru, pengusaha Batam, Kris Taenar Wiluan atau Kris Wiluan meminta agar jaringan film Fucusia disambungkan ke studio film PT Kinema Systrans Multimedia di Nongsa, Batam.  Kinema Systrans Multimedia Batam adalah studio film terbesar di Indonesia dan terkenal hingga mancanegara. Tim mereka telah menghasilkan berbagai karya animasi yang dipesan berbagai perusahaan sinema bertaraf internasional.

”Kue (pesanan, order, red) untuk pengusaha animasi nasional dan internasional inilah yang kita bidik. Setidaknya adalah sedikit, atau banyak bagian dari produksi animasi itu diserahkan kepada kita, anak bangsa Indonesia ini,” ujar Uuf optimistis.

Order itu lanjut Uuf, tidak akan datang begitu saja. User, pengusaha tentu akan melihat kualitas, proses kerja, hasil produksi mitra kerjanya. Untuk hal ini, Polibatam telah menunjukkan kelasnya. Mereka sudah bisa membuat Ficusia, yang bentuk, kualitasnya, speednya, mungkin lebih tinggi dari animasi Upin Ipin dan animasi kelas dunia lainnya. Apa ini tidak membanggakan kita di Negeri Melayu ini?

Tanda-tanda positif pasca pembuatan Ficusia lainnya adalah hadirnya Assisten 1 Pemko Batam, Drs Yusfa Hendri. Mantan Kadisbudpar Batam bersama Uuf menyaksikan film animasi Ficusia, di Polibatam, Rabu (26/9/2022) lalu.

Mantan Sekcam Batuampar ini mengacungkan dua jempol atas kehadiran Polibatam yang bisa menyediakan Sumber Daya Manusia (SDM) di Batam guna memenuhi kebutuhan dunia industri perfilman di tanah air. Kini Batam, bukan hanya dikenal sebagai kota industri, tapi juga kota sebagai kota pendidikan. Salah satunya, dengan kehadiran Polibatam.

”Kreativitas mahasiswa Poltibatam sudah tidak diragukan lagi. Film animasi ini saja mereka sanggup garap. Ini awal yang sangat baik dan positif. Satu  hal yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Anak-anak ini aset kita,” tulis Yusfa melalui media WhatsApp.

Untuk menjaga aset ini, Selly mengatakan, mereka terus menjalin komunikasi dengan para mahasiswa yang memproduksi Ficusia. Beberapa di atara mahasiswa ini akan tamat, diwisuda. Mereka tetap diminta untuk menyumbangkan tenaga, pikiran dan kehadiran di Polibatam. Tujuannya agar senior ini bisa memompa semangat adik-adik kelas, serta mentransfer Iptek animasi-nya untuk generasi Polibatam berikutnya. (*)

Sumber: Batam Pos